RADARTANGSEL – Seribu lebih warga Halmahera Tengah, Maluku Utara yang terdampak banjir pada Minggu (21/7) lalu masing mengungsi, kendati tinggi genangan air sudah mulai surut.
Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Abdul Muhari di Jakarta, Jumat, mengatakan, jumlah warga yang masih bertahan di pengungsian tersebut sebanyak 1.726 orang.
Menurut Abdul Muhari, seribu lebih warga tersebut masih menempati posko pengungsian yang tersebar di delapan lokasi sampai dengan Kamis (25/7).
Pusdalops BNPB mencatat, kedelapan posko yang menampung pengungsi korban banjir itu berada di Kecamatan Weda Tengah.
Abdul Muhari merinci, di Makodim 1512/Weda ada 331 jiwa, posko pengungsian Lukulamo 373 jiwa dan posko pengungsian Lelilef 363 jiwa.
Berikutnya, posko pengungsian Trans Waleh 134 jiwa, posko pengungsian Desa Kobe 132 jiwa, posko pengungsian Gereja Sawai 173 jiwa.
“Posko pengungsian Mako Brimob 315 jiwa, dan posko gedung Irawati 49 jiwa,” terang Abdul Muhari di Jakarta, Jumat (26/7).
Abdul Muhari menjelaskan, para warga tersebut mayoritas memilih bertahan di pengungsian sambil melangsungkan pembersihan tempat tinggal masing-masing.
Menurut dia, bersih-bersih tempat tinggal warga dan proses normalisasi lingkungan setelah banjir dilakukan secara bergotong-royong bersama petugas gabungan.
Meski begitu, BNPB memastikan semua kebutuhan dasar bagi para korban terpenuhi setidaknya sampai dengan masa tanggap darurat banjir berakhir pada Senin (5/8) mendatang, dengan harapan tidak terjadi bencana susulan.
Para korban tersebut terpaksa harus mengungsi karena kampung atau desa mereka dilanda banjir setinggi lebih dari 1 meter pada Minggu (21/7).
Banjir yang diperparah oleh luapan air Sungai Kobe dan air pasang tersebut sempat melumpuhkan mobilitas masyarakat tujuh desa di dua kecamatan.
Mobilitas lumpuh lantaran jalan utama tergenang air dan beberapa longsoran tanah. Namun sudah kembali dibuka untuk dilintasi kendaraan roda dua ataupun roda empat sejak Kamis (25/7) siang.
Kabupaten Halmahera Tengah termasuk wilayah yang rawan terhadap banjir. BNPB melalui hasil kajian Indeks Risiko Bencana Indonesia (inaRISK) mengidentifikasi sebanyak delapan kecamatan memiliki indeks bahaya banjir dengan kategori sedang hingga tinggi dan luas risiko mencapai 13.250 hektare.