26.5 C
Tangerang Selatan
Sabtu, April 19, 2025
spot_img

Gandeng INFID, AGPAII Gelar Pelatihan Pendidikan Ramah HAM di Makassar

Rekomendasi

RADARTANGSEL – Asosiasi Guru Pendidikan Agama Islam Indonesia (AGPAII) dan International NGO Forum on Indonesia Development (INFID) menyelenggarakan pelatihan pendidikan ‘Ramah Hak Asasi Manusia’ pada ekosistem sekolah, 9-11 Desember 2024.

Kegiatan yang berlangsung di Makassar, Sulawesi Selatan itu diikuti oleh 25 peserta dari perwakilan jenjang SMA/SMK, Kementerian Agama dan Dinas Pendidikan dari 5 daerah di Indonesia (Makassar, Palu, Sampang, Bali, Kupang).

Kabid SD, SMP dan SMA Kementerian Agama Provinsi Sulawesi Selatan Hj. Nurjannah mengapresiasi atas terpilihnya Kota Makassar sebagai tempat pelatihan dan pendidikan ramah HAM tersebut.

“Saya berharap bahwa kegiatan ini bisa menjadi tolok ukur bagaimana kedepan sekolah ramah HAM menjadi sebuah piloting project di Sulawesi Selatan pada khususnya dan Indonesia pada umumnya,” ujar Nurjanah, saat membuka kegiatan.

Sementara, Ketua pelaksana pelatihan dan pendidikan ramah HAM Syarifudin menyampaikan apresiasi kepada INFID dan DPP AGPAII yang telah menfasilitasi kegiatan yang sangat dinantikan oleh dunia Pendidikan saat ini.

“Yaitu pelatihan pendidikan ramah HAM pada ekosistem sekolah di saat banyak sekolah tidak menyadari terjadinya beberapa pelanggaran hak asasi manusia (HAM),” kata Syarifudin.

Penegakan HAM Bagian dari Prinsip Islam

Sementara itu, KH. Abdul Waid selaku program manager INFID menyatakan bahwa menegakkan HAM merupakan bagian dari prinsip-prinsip mendirikan agama Islam.

AGPAII dan INFID Gelar Pelatihan Pendidikan Ramah HAM di Ekosistem Sekolah di Makassar, Sulawesi Selatan (Foto: Ist)

Menurut dia, program ini bukanlah kegiatan pembanding apalagi alternatif dari beberapa kegiatan inisitif yang sudah dilaksanakan di sekolah, baik oleh pemerintah atau swasta.

Atau menggantikan pengelolaan sekolah yang sudah ada, akan tetapi program ini menguatkan program yang sudah berjalan akan tetapi berusaha menguatkan pemahaman nilai-nilai HAM.

Kemudian meningkatkan peran penyelenggara sekolah (dinas Pendidikan, kepala sekolah/wail dan guru Pendidikan agama islam) dalam memahami dan menerapkan nilai-nilai HAM pada ekosistem sekolah.

“Sesuai dengan nilai-nilai keislaman dengan mempertimbangkan pengarusutamaan GEDSI (Gender Equality, Disability, and Social Inclusion),” kata Abdul Waid.

Abdul Waid menilai bahwa terdapat tiga dosa besar dalam dunia pendidikan di antaranya, perundungan, kekerasan seksual, dan intoleransi.

Kemudian, maraknya kriminalisasi guru saat menjalankan tugas, penahanan ijazah dan rapor, penghentian kegiatan belajar mengajar, penyalahgunaan dana pendidikan dan pungutan tidak resmi.

“Penjatuhan sanksi secara sewenang-wenang, pengeluaran dari sekolah, perlakuan diskriminatif, dan lain-lain menandakan bahwa sekolah sedang tidak baik-baik saja terhadap HAM,” katanya.

Senada, Ketua Umum DPP AGPAII Endang Zainal mengatakan bahwa pihaknya bersama INFID berupaya agar semua pihak menyadari pentingnya menghadirkan pendidikan yang ramah HAM pada ekosistem sekolah.

“Serta berupaya membenahi diri masing-masing agar terwujud generasi emas unggul seperti yang diharapkan,” ujar Endang Zaenal.

HAM Lahir Sejak Ada Manusia

Turut memperkuat kegiatan ini beberapa narasumber dan expert di bidangnya yaitu Dr. H. Manager Nasution, SHI., MH., MA., praktisi penggiat Hak Asasi Manusia. Menurutnya, HAM sudah ada sejak manusia ada.

“Proses kualifikasinya baru di 10 Desember 1948, secara umum berbicara hak sosial politik, ekonomi sosial budaya, hak pembangunan kompabilitas Islam dan HAM dan penerapannya dalam pendidikan ramah HAM pada ekosistem sekolah,” katanya.

AGPAII dan INFID Gelar Pelatihan Pendidikan Ramah HAM di Ekosistem Sekolah di Makassar, Sulawesi Selatan (Foto: Ist)

Sementara itu, Aflina Mustafainah selaku praktisi penggiat perempuan menyampaikan bahwa dalam konteks hukum kita belum terdapat keadilan gender.

“Karena ada seorang yang mendapatkan pelecehan tidak ada perlindungan bagi perempuan korban. Konsep patriarki masih melekat di daerah kita,” kata Alfina.

Dr. Hasanuddin, M.Pd.I, selaku praktisi Pendidikan sekaligus Ketua DPW AGPAII Sulawesi Selatan menyatakan bahwa implementasi HAM dalam Sisdiknas meliputi dari kebijakan pemerintah.

“Sekolah penggerak itu bagus programnya, tapi ada hal yang perlu di sempurnakan. Penguatan kurikulum belum maksimal, sinergi dalam komunitas dan peningkatan fasilitas,” katanya.

HAM Jadi Tuntutan Dasar

Terpisah, Sekretaris Jenderal DPP AGPAII Ahmad Budiman menyampaikan bahwa pelatihan ini sangatlah penting karena Hak Asasi Manusia adalah tuntutan dasar bagi semua individu.

“Begitupun yang terjadi di lingkungan sekolah, disinilah perlu adanya usaha penyadaran dengan cara memberikan literasi tentang Hak Asasi Manusia pada ekosistem sekolah,” katanya.

AGPAII dan INFID Gelar Pelatihan Pendidikan Ramah HAM di Ekosistem Sekolah di Makassar, Sulawesi Selatan (Foto: Ist)

Budiman menambahkan bahwa kegiatan pelatihan dan pendidikan tersebut bertujuan untuk membangun kesepahaman dan inisatif pelaksanaan HAM pada ekosistem sekolah.

Meski kegiatan ini dilaksanakan oleh AGPAII, namun pesertanya tidak dibatasi hanya orang Islam dan terbuka untuk agama lain, seperti salah satu peserta dari Kupang Dra. Marselina Tua, M.Si. selaku Kepala Sekolah SMAN 1 Kupang NTT.

Kemudian, Ni Made Ayu Dwi Anggreni, S.S., M.Pd selaku Wakasek dari SMAN 1 Kuta Bali. Keduanya terkesan dan terbuka wawasan tentang HAM serta ikut larut berbagi cerita terkait penerapan HAM di sekolahnya masing-masing.

“Menariknya, meski di sekolahnya mayoritas non-Islam tetapi bagaimana berupaya menerapkan sekolah yang inklusif termasuk pemenuhan hak-hak asasi terhadap peserta didik yang minoritas,” kata Budiman.

Seputar AGPAII

Wasekjen II DPP AGPAII Abd. Aziz Rofiq menjelaskan, AGPAII adalah rumah besar atau perkumpulan Guru Pendidikan Agama Islam (GPAI) dari berbagai jenjang (TK, SD, SMP, SMA, SMK dan SLB), Kepala Sekolah yang berlatar GPAI dan Pengawas Pendidikan Agama Islam.

AGPAII dan INFID Gelar Pelatihan Pendidikan Ramah HAM di Ekosistem Sekolah di Makassar, Sulawesi Selatan (Foto: Ist)

Menurut Rofiq, AGPAII saat ini sudah memiliki jaringan di 34 DPW (setingkat Provinsi), 410 DPD (setingkat Kabupaten/Kota), DPC (setingkat Kecamatan) dengan anggota mencapai 263 ribu di Negara Kesatuan Republik Indonesia.

AGPAII memiliki potensi besar dan posisi strategis untuk ikut melakukan perubahan dan penguatan Nasionalisme Indonesia, merawat kemajemukan, menguatkan Pancasila & NKRI, mewujudkan Islam rahmatan lil ‘alamiin.

AGPAII adalah agen yang memiliki hubungan/kontak langsung dengan 44 juta pelajar dan membawa misi Islam Moderat.

Dalam waktu 5 tahun AGPAII akan mengembangkan kerangka pemikiran dalam proses belajar-mengajar tentang Islam moderat, keberagaman, penguatan nilai-nilai Pancasila & NKRI untuk mewujudkan Islam Rahmatan lil ‘alamiin.

1. Perubahan Sikap Pelajar, “Duta Damai Pelajar Indonesia”. 2. Penguatan Sikap Inklusif GPAI, “Promoting Moderate Islamic Education”, “PVE for Schools” dan “Interfaith Dialogue” 3. Road Map Pengembangan IT AGPAII 4. Advokasi GPAI.

Berita Terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terkini

escort bayan sakarya Eskişehir escort bayan