RADARTANGSEL – Dua mantan direktur jenderal Bea Cukai inisial AK dan HP dipanggil oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Selasa (10/9).
Kedua mantan Dirjen Bea Cukai itu dipanggil sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi pengadaan 16 unit kapal patroli cepat (fast patrol boat/FCB).
Pengadaan FCB itu pada Direktorat Penindakan dan Penyidikan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tahun anggaran 2013—2015.
Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika menjelaskan, mantan Dirjen Bea Cukai yang diperiksa pihaknya itu berinisial AK dan HP.
“Pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Persada Kav. 4 atas nama HP dan AK,” kata Tessa di Jakarta, Selasa (1/10).
Namun demikian, KPK belum memberikan penjelasan lebih lanjut soal materi apa saja yang akan didalami dalam pemeriksaan tersebut.
Konstruksi perkara tersebut berawal pada bulan November 2012. Saat itu Sekretaris Jenderal Ditjen Bea dan Cukai mengajukan permohonan persetujuan kontrak tahun jamak.
Pemohonan persetujuan kontrak tersebut diajukan kepada Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan untuk pengadaan 16 kapal patroli cepat, yaitu FPB 28 meter, 38 meter, dan 60 meter.
Setelah pengumuman lelang, pihak PPK menandatangani kontrak untuk konsultan perencana, konsultan pengawas, dan pembangunan kapal patroli cepat dengan nilai total Rp1,12 triliun.
Dalam pelaksanaan pengadaan, diduga telah terjadi sejumlah perbuatan melawan hukum pada pengadaan hingga pelaksanaan pekerjaan.
Setelah uji coba kecepatan 16 kapal patroli cepat tersebut, tidak dapat mencapai kecepatan sesuai dengan ketentuan dan tidak memenuhi sertifikasi dual class seperti yang dipersyaratkan dikontrak.
Meskipun saat uji coba kecepatan 16 kapal tersebut tidak memenuhi syarat, pihak Ditjen Bea dan Cukai diduga tetap menerima dan menindaklanjuti dengan pembayaran.
Diduga kerugian keuangan negara yang ditimbulkan dari pengadaan 16 kapal patroli cepat ini sekitar Rp 117,7 miliar