RADARTANGSEL – Majelis Hakim Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta memperberat pidana penjara Syahrul Yasin Limpo.
Sebelumnya, mantan Menteri Pertanian (Mentan) tersebut divonis 10 tahun penjara, kini diperberat menjadi 12 tahun penjara.
Amar putusan tingkat banding tersebut dibacakan oleh Hakim Ketua Artha Theresia di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, Selasa (10/9).
“Menjatuhkan terhadap terdakwa Syahrul Yasin Limpo oleh karena itu dengan pidana penjara selama 12 tahun,” kata Hakim Ketua Artha Theresia.
Selain itu, majelis hakim juga menambah hukuman denda terhadap SYL, yakni dari semula Rp 300 juta subsider empat bulan penjara menjadi sebesar Rp 500 juta subsider empat bulan penjara.
Kemudian, majelis hakim juga turut mengubah uang pengganti yang dibebankan kepada SYL, yakni menjadi Rp 44.269.777.204 ditambah 30.000 dolar Amerika Serikat.
Majelis hakim menegaskan, uang pengganti tersebut mesti dibayar paling lama satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap.
Jika tidak membayar, maka harta bendanya disita dan dilelang oleh jaksa untuk menutup uang pengganti tersebut.
“Dengan ketentuan apabila terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi, maka dipidana dengan pidana penjara selama lima tahun,” ucap Artha.
Sebelumnya, jaksa penuntut umum KPK pada Jumat (28/6) menuntut SYL dengan pidana penjara 12 tahun dan denda Rp 500 juta subsider pidana kurungan 6 bulan.
Selain itu, JPU KPK juga menuntut uang penggant sebesar Rp 44,27 miliar dan 30.000 dolar AS dikurangi dengan jumlah uang yang telah disita dan dirampas.
Namun, pada Kamis (11/7) majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menjatuhkan vonis 10 tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider empat bulan kurungan kepada SYL.
Selain pidana utama, majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi di tingkat pertama juga menjatuhkan pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti bagi SYL sebesar Rp 14,14 miliar ditambah 30.000 dolar Amerika Serikat subsider 2 tahun penjara.
KPK tidak menerima vonis Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat lantaran tidak sesuai dengan tuntutan. Selanjutnya KPK mengajukan banding.